Henry Alexis Rudolf Tilaar termasuk pihak tidak setuju dengan
bakal berlakunya kurikulum 2013. Dia menyebut isi seluruh haluan program
pendidikan itu kacau semua.
Di bawah ini adalah saat proses wawancara antara Henry Tilaar
dengan reporter,
Apa
benar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) akan diganti Kurikulum 2013
tidak berhasil?
Tidak ada yang tahu, tidak ada evaluasi, malahan KTSP di daerah terpencil tidak ada yang tahu apa itu. Yang dia tahu ujian nasional. Di Yogya ada sekolah menyelenggarakan KTSP baru tahun kemarin. Apalagi di pulau-pulau terpencil, di hutan-hutan pedalaman Kalimantan atau Papua. Ini saya jelaskan saat di rapat-rapat, bagaimana penyusunan suatu kurikulum. Bukan pada kurikulum tetapi bagaimana proses belajarnya. Kalau proses belajar tidak benar tidak ada gunanya.
Kenapa bangsa kita ini sesudah 68 tahun merdeka masih tetap kemajuannya relatif rendah? Ini disebabkan pendidikan kita mematikan kreativitas. Nah, kreativitas itu hanya bisa dibangkitkan melalui proses pembelajaran membangkitkan semangat, minat, kritis, dan menciptakan sesuatu yang produktif. Inilah proses belajar kreatif. Tapi kalau dia direcoki ujian nasional, hasilnya akan nyaris sama semua, yang berbeda akan mati.
Tapi soal ujian nasional tahun ini tidak sama, kabarnya ada 20 item?
Dia hanya ngomong, dia tidak membuktikan di lapangan dia punya konsep itu akan menghasilkan anak-anak kreatif. Dengan ujian nasional ini saja, dia sudah mematikan kreativitas anak-anak kita. Inilah yang menjadi kunci keberhasilan Finlandia, dia bukan membuat kurikulum tetapi dia membuat proses belajar. Anak-anak itu dibuka kemungkinan apa yang ada dalam diri mereka, peluang tiap siswa ada.
Pertengahan tahun ini KTSP akan diganti Kurikulum 2013 dan ujian nasional tetap dilaksanakan?
Ini kacau, kacau balau. Saya setuju dengan Pak Utomo dari Universitas Paramadina, pecat saja menterinya. Suatu program itu membutuhkan biaya, jadi apa yang terjadi dengan biaya di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan? Alokasi dana untuk kurikulum itu hanya Rp 64 miliar sudah ada, tetapi dengan pelaksanaan tahap pertama dia janjikan Rp 2,47 triliun, dari mana dana itu diambil? Dia bilang akan diambil dari mana-mana. Ini merusak Rencana Strategis sudah ada dan ini berbahaya.
Apa anggaran itu karena sudah masuk 20 persen dana pendidikan dari APBN seperti dalam UUD 1945?
Jangan percaya dengan 20 persen itu. 20 persen itu rencana semula, tidak termasuk gaji guru. Sekarang itu dimasukkan, alasannya kita masih miskin. Tetapi yang korupsi itu banyak. Ini harusnya termasuk APBD bukan APBN, tetapi Anda lihat apa yang terjadi? Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bos itu jadi bus, dimakan oleh bupati atau gurunya sendiri. Makan tuh BOS dan bus itu, melayang ke angkasa bukan pada anak.
Kurikulum diganti tanpa evaluasi, berarti memang pendidikan kita memiliki program jangka panjang?
Tidak ada, hanya omong kosong. Contohnya lainnya, katanya untuk menaikkan kualitas pendidikan itu adalah guru harus mendapatkan sertifikasi. Tetapi apa yang terjadi, guru bersertifikasi dan yang tidak bersertifikasi sama saja. Yang membedakan adalah motivasi dari para guru. Guru punya pengalaman justru tidak lulus sertifikasi. Pelatihan untuk sertifikasi dilaksanakan selama tujuh hari.
Nah, apa yang diharapkan dalam tujuh hari sertifikasi? Mana ada efeknya, tidak ada efek. Artinya sekian ratus miliar dari program sertifikasi sama sekali tidak menaikkan mutu pendidikan kita. Dalam waktu dekat akan segera diterbitkan lewat studi Bank Dunia menyatakan program sertifikasi guru tidak berjalan.
Sudah banyak juga penelitian menyebut itu program gagal. Motifnya hanya uang saja. Bukan menggerakkan malah menggerakkan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) untuk mengadakan program insentif bagi calon guru.
Sekarang dari tujuh hari tidak ada hasil. Nanti pelatihan untuk Kurikulum 2013 selama lima hari akan ditertawakan lagi. Yang tujuh hari saja nol besar hasilnya, apalagi lima hari.
Kalau sudah seperti ini, lantas apa harus segera dilakukan?
Saya kira pimpinan kita harus tegas, tidak boleh plin plan karena itu akan diikuti oleh masyarakat. Lambat dalam mengambil keputusan, hal itu terus merembet ke yang lainnya. Dalam hal ini bisa dicontoh bekas Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew. Kalau ada menteri salah, langsung dicopot.
Apa fungsi kurikulum itu secara sederhana?
Kurikulum itu hanya alat. Ini salah dilihat oleh mereka yang menyusun kebijakan pendidikan kita. Dulu sudah saya katakan ke Panja DPR, saat ketuanya Utut Adianto. Dia sarjana matematika. Saya jelaskan ke dia, kurikulum itu hanya lintasan balapan, hanya sarana saja. Yang penting ke mana tujuannya. Bagaimana kudanya, siapa jokinya.
Secara epistimologi itu untuk proses, tergantung pada jarak, apa ingin dicapai. Sedangkan kudanya, siswa itu sendiri. Kalau dia kegemukan tidak akan bagus. Jadi harus sesuai tujuannya. Kalau untuk 300 meter jangan digunakan 500 meter. Jadi kurikulum itu bukan segalanya, hanya suatu proses saja.
Tidak ada yang tahu, tidak ada evaluasi, malahan KTSP di daerah terpencil tidak ada yang tahu apa itu. Yang dia tahu ujian nasional. Di Yogya ada sekolah menyelenggarakan KTSP baru tahun kemarin. Apalagi di pulau-pulau terpencil, di hutan-hutan pedalaman Kalimantan atau Papua. Ini saya jelaskan saat di rapat-rapat, bagaimana penyusunan suatu kurikulum. Bukan pada kurikulum tetapi bagaimana proses belajarnya. Kalau proses belajar tidak benar tidak ada gunanya.
Kenapa bangsa kita ini sesudah 68 tahun merdeka masih tetap kemajuannya relatif rendah? Ini disebabkan pendidikan kita mematikan kreativitas. Nah, kreativitas itu hanya bisa dibangkitkan melalui proses pembelajaran membangkitkan semangat, minat, kritis, dan menciptakan sesuatu yang produktif. Inilah proses belajar kreatif. Tapi kalau dia direcoki ujian nasional, hasilnya akan nyaris sama semua, yang berbeda akan mati.
Tapi soal ujian nasional tahun ini tidak sama, kabarnya ada 20 item?
Dia hanya ngomong, dia tidak membuktikan di lapangan dia punya konsep itu akan menghasilkan anak-anak kreatif. Dengan ujian nasional ini saja, dia sudah mematikan kreativitas anak-anak kita. Inilah yang menjadi kunci keberhasilan Finlandia, dia bukan membuat kurikulum tetapi dia membuat proses belajar. Anak-anak itu dibuka kemungkinan apa yang ada dalam diri mereka, peluang tiap siswa ada.
Pertengahan tahun ini KTSP akan diganti Kurikulum 2013 dan ujian nasional tetap dilaksanakan?
Ini kacau, kacau balau. Saya setuju dengan Pak Utomo dari Universitas Paramadina, pecat saja menterinya. Suatu program itu membutuhkan biaya, jadi apa yang terjadi dengan biaya di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan? Alokasi dana untuk kurikulum itu hanya Rp 64 miliar sudah ada, tetapi dengan pelaksanaan tahap pertama dia janjikan Rp 2,47 triliun, dari mana dana itu diambil? Dia bilang akan diambil dari mana-mana. Ini merusak Rencana Strategis sudah ada dan ini berbahaya.
Apa anggaran itu karena sudah masuk 20 persen dana pendidikan dari APBN seperti dalam UUD 1945?
Jangan percaya dengan 20 persen itu. 20 persen itu rencana semula, tidak termasuk gaji guru. Sekarang itu dimasukkan, alasannya kita masih miskin. Tetapi yang korupsi itu banyak. Ini harusnya termasuk APBD bukan APBN, tetapi Anda lihat apa yang terjadi? Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bos itu jadi bus, dimakan oleh bupati atau gurunya sendiri. Makan tuh BOS dan bus itu, melayang ke angkasa bukan pada anak.
Kurikulum diganti tanpa evaluasi, berarti memang pendidikan kita memiliki program jangka panjang?
Tidak ada, hanya omong kosong. Contohnya lainnya, katanya untuk menaikkan kualitas pendidikan itu adalah guru harus mendapatkan sertifikasi. Tetapi apa yang terjadi, guru bersertifikasi dan yang tidak bersertifikasi sama saja. Yang membedakan adalah motivasi dari para guru. Guru punya pengalaman justru tidak lulus sertifikasi. Pelatihan untuk sertifikasi dilaksanakan selama tujuh hari.
Nah, apa yang diharapkan dalam tujuh hari sertifikasi? Mana ada efeknya, tidak ada efek. Artinya sekian ratus miliar dari program sertifikasi sama sekali tidak menaikkan mutu pendidikan kita. Dalam waktu dekat akan segera diterbitkan lewat studi Bank Dunia menyatakan program sertifikasi guru tidak berjalan.
Sudah banyak juga penelitian menyebut itu program gagal. Motifnya hanya uang saja. Bukan menggerakkan malah menggerakkan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) untuk mengadakan program insentif bagi calon guru.
Sekarang dari tujuh hari tidak ada hasil. Nanti pelatihan untuk Kurikulum 2013 selama lima hari akan ditertawakan lagi. Yang tujuh hari saja nol besar hasilnya, apalagi lima hari.
Kalau sudah seperti ini, lantas apa harus segera dilakukan?
Saya kira pimpinan kita harus tegas, tidak boleh plin plan karena itu akan diikuti oleh masyarakat. Lambat dalam mengambil keputusan, hal itu terus merembet ke yang lainnya. Dalam hal ini bisa dicontoh bekas Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew. Kalau ada menteri salah, langsung dicopot.
Apa fungsi kurikulum itu secara sederhana?
Kurikulum itu hanya alat. Ini salah dilihat oleh mereka yang menyusun kebijakan pendidikan kita. Dulu sudah saya katakan ke Panja DPR, saat ketuanya Utut Adianto. Dia sarjana matematika. Saya jelaskan ke dia, kurikulum itu hanya lintasan balapan, hanya sarana saja. Yang penting ke mana tujuannya. Bagaimana kudanya, siapa jokinya.
Secara epistimologi itu untuk proses, tergantung pada jarak, apa ingin dicapai. Sedangkan kudanya, siswa itu sendiri. Kalau dia kegemukan tidak akan bagus. Jadi harus sesuai tujuannya. Kalau untuk 300 meter jangan digunakan 500 meter. Jadi kurikulum itu bukan segalanya, hanya suatu proses saja.
0 comments:
Post a Comment